Skip to main content

Percaya Atau Tidak, Kita Pasti Akan Sukses Jika Kita Melakukan 1 Sikap Ini!


Gambar ilustrasi 2 orang pedagang

Alkisah di suatu tempat yang bernama Seri, ada dua orang pedagang yang menjual kuali, panci, dan pernik-pernik buatan tangan. Mereka sepakat untuk membagi kota untuk berjualan diantara mereka. Mereka juga menyatakan bahwa setelah yang seorang berkeliling di wilayahnya, yang satu lagi boleh berusaha berjualan di kota, tempat yang sudah dilalui orang pertama.
Suatu hari, sewaktu salah seorang dari mereka menyusuri jalan, seorang gadis cilik yang miskin melihat pedagang itu dan meminta neneknya membelikannya sebuah gelang.
Nenek yang sudah tua itu menjawab, "Bagaimana mungkin orang miskin seperti kita membeli gelang?". Gadis cilik itu menyahut, "Karena tidak punya uang, kita bisa membayarnya dengan piring tua kita yang tercoreng jelaga". Akhirnya nenek tua itu bersedia mencoba, dan kemudian, dia mengundang si pedagang masuk.
Si pedagang melihat bahwa nenek tua itu amat miskin. Maka ia enggan membuang-buang waktunya dengan mereka. Meskipun sang nenek memohon, ia berkata bahwa ia tidak memiliki gelang yang wanita itu ingin beli.
Kemudian sang nenek bertanya, "Kami punya sebuah piring tua yang tidak kami gunakan. Bolehkah kami menukarnya dengan gelang?".

Ilustrasi gambar piring tua

Si pedagang mengambil piringnya, dan selagi mengamatinya, tanpa disengaja menggores bagian bawahnya. Yang mengejutkannya, ia melihat bahwa di balik jelaga yang hitam, piringnya terbuat dari emas! Akan tetapi, ia tidak menunjukkan kalau ia mengetahuinya. Alih-alih melakukannya, ia malah memutuskan untuk memperdayai orang-orang malang itu agar ia bisa mendapatkan piring tersebut secara cuma-cuma. Ia berujar, "Saking tidak berharganya, ditukar dengan satu gelang saja, piring ini tidak cukup, aku tidak menginginkannya!". Ia pergi, berniat untuk kembali ketika mereka bersedia menukar piring tadi dengan barang yang tidak terlalu berharga.
Sementara itu, pedagang yang satu lagi, setelah selesai berjualan di bagian kota miliknya, mengikuti jejak pedagang yang pertama sesuai dengan kesepakatan mereka. Ia sampai di rumah yang sama. Lagi-lagi, gadis cilik yang miskin memohon neneknya menukar piring tua mereka dengan sebuah gelang.
Sang nenek melihat bahwa pedagang yang ini tampak baik, lalu membatin, "Dia orang baik, tidak seperti pedagang pertama yang gaya bicaranya kasar". Maka ia pun mengajak pedagang itu masuk dan menawarkan piring tua berjelaga yang sama untuk ditukar dengan sebuah gelang.

Ilustrasi gambar gelang yang diinginkan nenek

Sewaktu memeriksa piringnya, pedagang yang kedua juga melihat kalau di balik lumuran jelaga tersembunyi emas murni. Ia berkata kepada wanita tua itu, "Gabungan seluruh barang dan uangku tidak sepadan dengan piring emas yang berharga ini!".
Tentu saja sang nenek terkejut mengetahuinya, namun kini ia tahu bahwa pedagang itu orang yang baik dan jujur.
Maka pedagang itu pun berkata, bahwa dia bersedia menerima apapun yang dapat pedagang itu berikan sebagai gantinya. Si pedagang berkata, "Akan kuberikan semua kuali, panci, dan pernik-pernikku, juga seluruh uangku, jika kau bersedia menyisakan delapan koin dan timbanganku, beserta pembungkusnya untuk menyimpan piring emas ini".
Mereka pun melakukan pertukaran. Si pedagang pergi ke sungai, di mana ia memberikan delapan koin miliknya kepada tukang perahu untuk menyeberangkannya.
Saat itu, pedagang yang tamak kembali, sudah membayangkan laba khayalan yang besar di kepalanya. Begitu bertemu kembali dengan gadis cilik itu dan sang nenek, ia berkata, bahwa ia sudah berubah pikiran dan bersedia memberikan uang beberapa sen, namun bukan salah satu gelangnya, untuk piring tua berjelaga yang tak berharga tadi. Kemudian dengan tenang wanita tua itu menceritakan pertukaran yang baru saja ia lakukan dengan pedagang yang jujur, lalu berujar, "Tuan, kau membohongi kami".
Pedagang yang tamak tidak malu karena dustanya, tetapi sedih sewaktu berpikir, "Aku sudah kehilangan piring emas yang pasti bernilai seratus ribu". Maka, ia bertanya kepada wanita tua itu, "Ke arah mana dia pergi". Sang nenek memberitahukan arahnya. Pedagang itu meninggalkan semua barangnya di depan pintu rumah sang nenek, lalu berlari menuju sungai, sambil membatin, "Dia merampokku! Dia merampokku! Dia tidak boleh memperdayaiku!".
Dari tepi sungai dia melihat pedagang yang jujur masih menyebrang dengan perahu. Ia berseru kepada tukang perahu, "Kembalilah!". Akan tetapi pedagang yang baik meminta si tukang perahu untuk terus mendayung ke seberang sungai, dan itulah yang pria itu lakukan.

Ilustrasi gambar pedagang yang tamak dan dipenuhi kebencian

Melihat bahwa dia tidak dapat berbuat apa-apa, amarah pedagang yang tamak meledak. Ia melompat-lompat, memukuli dadanya. Ia dipenuhi oleh kebencian terhadap pria jujur itu, yang sudah mendapatkan piring emas, hingga membuat dirinya batuk darah. Ia pun mendapat serangan jantung dan mati di tempat.

Pesan inspirasi dan moral cerita ini :
Karakter kita yang sesungguhnya diuji ketika tak seorangpun yang melihat.
Allah tidak pernah memiliki masalah dengan permasalahan hidupmu, melainkan Allah memiliki masalah dengan hatimuSebab apa yang keluar dari mulut berasal dari hati dan itulah yang menajiskan orang. Karena dari hati timbul segala pikiran jahat. Perkataanmu akan menentukan perbuatanmu. Oleh karena itu, bereskan dulu hatimu, pola pikirmu. Siapa berjalan dengan jujur, akan menjadi orang yang takut akan Allah. Jauhi kejahatan, itulah jalan orang jujur; siapa menjaga lidahnya, maka dia menjaga jalannya.
Berbuatlah jujur setiap saat. Berperilaku jujur memang sulit, namun bukan berarti tidak mungkin dilakukan. Sebab, dengan kejujuran tidak akan membuat gelap jalan kita.
Jika saat ini kau menjadi wirausaha, janganlah pernah kau tolak pesanan yang masuk, jangan pernah kau remehkan walau kau hanya mendapatkan keuntungan kecil dari penjualanmu itu. Ingatlah, bisnis yang sukses berasal dari keuntungan yang kecil yang didapatkan terus menerus. Berwirausaha bukanlah tentang mendapatkan uang, melainkan tentang membangun kepercayaan. 
Celakalah bila kau tak jujur, karena sifat serakah akan menghampirimu. Jika dirimu tidak jujur, maka waktu-lah yang akan membuktikan seluruh perbuatanmu.  Bila engkau ingin satu, maka jangan ambil dua. Karena satu menggenapkan, tetapi dua akan melenyapkan (Dee Lestari).
Setiap orang selalu diberikan porsi yang tepat dalam sisi hidupnya. Buat apa mati-matian mengejar hal yang tidak dapat dibawa mati.

Sumber cerita inspirasi : Buku 88 Kisah Kebijaksanaan Tiongkok Kuno dan modifikasi pesan inspirasi dari penulis

Comments

Popular posts from this blog

Baikkah Jalan Pintas Itu?

Putar lagu ini sebelum membaca... Renungan Yoh 10:1-10   Dalam hidup ini, Anda pasti pernah merasa lelah dengan proses atau peristiwa berulang yang berlangsung terus menerus. Misalnya Sebagai karyawan, Anda merasa lelah diberi pekerjaan yang tiada habisnya, sebagai pelajar, Anda lelah diberi tugas atau ujian yang banyak bahannya, sebagai istri, Anda lelah melihat suami Anda yang suka main game sepanjang hari, sebagai suami, Anda lelah melihat istri Anda yang mengomel terus setiap saat. Sehingga Anda berpikir untuk melakukan jalan pintas dan instant, seperti membuat contekan untuk ujian, ke dukun supaya bos Anda menurut dengan Anda atau supaya pasangan Anda berubah. Sadarkah Anda, jika hal itu pernah Anda lakukan, Anda mengikuti arah yang salah. Siapapun yang datang tidak melalui Dia, hanya berniat untuk mencuri, membunuh dan membinasakan. Akan selalu banyak cara yang dapat memisahkan Anda dari Yesus. Segala sesuatu yang kelihatan “nikmat” belum tentu baik di mata Allah. Segala sesuat

Jika Kau Ingin Mendapat Berkat Melimpah, Lakukanlah Ini Dengan Tulus!

(Klik lagu di atas sebelum mulai membaca) Illustrasi gambar salju yang menyelimuti tanah Di sore hari yang dingin, salju tipis turun menyelimuti tanah, menandakan tibanya musim dingin. Seorang pendeta Buddha tampak berjalan menembus dinginnya sore. Karena khawatir dengan malam yang semakin dingin, dia berniat singgah sehari di desa yang dilewatinya. Di sebuah desa yang sangat miskin, dia mengetuk pintu salah satu rumah penduduk, tapi tidak dibukakan pintu. Begitu pula di rumah lain. Tak satupun penduduk bersedia menerima kehadirannya. Namun, saat tiba di sebuah rumah dekat jembatan, sang pendeta dipersilahkan masuk. Rumah yang sangat kecil itu milik seorang nenek yang sangat miskin. Perabotan yang ada hanya beberapa buah. Bahkan nenek itu tak punya makanan sedikitpun. Sang pendeta dipersilahkan duduk di depan tungku perapian yang dingin karena nenek itu tak punya kayu bakar lagi dan api pun mulai padam. Sang nenek merasa bersalah. Seharusnya dia menghidangkan sesuatu bagi sang pendet

Iman + Harapan = _________

  Putar lagu ini sebelum membaca... “Karena engkau telah melihat Aku, maka engkau percaya. Berbahagialah mereka yang tidak melihat, namun percaya”. -Yoh 20:29- Pernahkah selama Anda hidup, Anda meminta tanda pada Tuhan? Misalnya, jika Tuhan memang nyata, sembuhkanlah sakit saya ini…berilah dokter yang hebat. Jika Tuhan benar ada, berikanlah jodoh yang tepat di bulan ini. Jika Tuhan memang sayang pada saya, maka berilah dosen yang baik agar bisa membantu saya bisa cepat lulus. Dan ketika yang terjadi berbeda dengan kenyataannya, Anda dipertemukan dengan dokter yang kurang ahli, Anda tidak diberikan jodoh yang Anda minta, Anda malah mendapatkan dosen yang killer, sehingga kemudian Anda kecewa pada Tuhan, Anda tidak mau kembali berdoa meminta dan malah menjauh dariNya.  Pernahkah dalam hidup, Anda menjauh dari Tuhan karena Tuhan tidak memberikan tanda-tanda yang Anda minta? Jika pernah, berbaliklah kembali pada Tuhan, sebab itu artinya iman Anda masih lemah. Tidak diberikan tanda-tanda, b

Jika Anakmu Keras Kepala, Sering Melawan, Sering Memukul Orang Tua. Cobalah Lakukan Ini!

Illustrasi gambar Mahatma Gandhi Suatu hari, seorang ibu membawa anaknya datang kepada Gandhi dan berkata, "Gandhi, maukah engkau menasihati anak saya ini? Dia mempunyai sebuah penyakit, yang untuk kesembuhannya, dia tidak boleh mengonsumsi garam. Tolong beri nasihat kepadanya untuk tidak makan garam. Saya dan keluarga, bahkan dokternya pun sudah berulang kali menasihatinya, tetapi dia masih tetap makan garam. Saya sudah kehabisan kata-kata, tolonglah saya, siapa tahu dia akan menurutimu". Dengan tersenyum dan suara lembut, Gandhi berkata, "Ibu, sekarang saya tidak bisa berkata apa-apa. Silahkan Ibu pulang dan bawa anak Ibu ke sini minggu depan". "Gandhi", kata ibu itu, "Anak itu di depanmu sekarang. Tidak bisakah kamu sekarang menasihatinya?". Gandhi dengan senyum yang selalu di bibirnya hanya menggelengkan kepalanya yang menandakan tidak. Illustrasi gambar ibu yang kesal Dengan perasaan campur aduk kesal dan kecewa, ibu itu pul