Hi Moms! Sering ga kita merasa bersalah meninggalkan anak di rumah? Kita Tidak bisa sepenuhnya melihat perkembangan penuh anak kita... Belum lagi mungkin ada sebagian dari Moms yang pulang kantor malam sehingga tidak sempat melihat anak karena sudah tidur.
Mungkin juga seringkali kita menangis, menangisi apakah pilihan menjadi working mom adalah pilhan yang tepat.. Apalagi mungkin ketika kita melihat video anak kita yang dikirimkan oleh orang tua/pengasuh anak kita, membuat hati ini jadi mellow dan berpikir kembali "apakah sebaiknya saya resign saja ya"
Awal ketika saya menjadi seorang ibu, saya tidak tahu apa yang harus saya lakukan...bahkan saya tidak tahu apa yang saya lakukan ini benar atau salah karna saking banyaknya masukan sana sini yang saya dengar...
Ketika saya melahirkan anak saya, terus terang, saya biasa saja, saya merasa tidak ada yang special (mungkin karna saat itu saya belum mengerti betapa besar peran seorang ibu).. bahkan di awal-awal saya kesal melihat anak saya yang sedikit-sedikit nangis, sebentar-sebentar minta nenen, sering sekali pup... kapan saya istirahatnya....untung saat itu saya masih maternity leave. Malah pernah saya abaikan anak saya yang sedang menangis, karna saya saking capek nya..baru mau istirahat, bayi saya malah nangis terus (waktu itu saya hanya sendiri di rumah..suami saya sedang bekerja).
Namun ketika melahirkan awal, saya membaca buku The Baby Books yang diberikan oleh kakak ipar saya. Ketika membaca buku ini, pikiran saya menjadi terbuka bahwa ternyata saya baru tahu, dikarenakan bayi belum bisa berbicara, maka cara berkomunikasinya adalah lewat tangisan. Saya baru tahu bahwa ternyata teknik menggendong bayi ada caranya sendiri. Ketika saya membaca buku itu, perlahan-lahan rasa kesal saya dengan bayi saya mulai hilang...mungkin waktu itu saya hampir mulai merasakan sindrom baby blues.
Saya teringat kembali, ketika saya hamil, saya pernah membaca buku Kisah Kebijaksanaan China Klasik. Salah satu cerita tersebut mengatakan "Anak itu tidak pernah minta dilahirkan. Keputusan orang tua lah yang memutuskan untuk melahirkan anak".
Kata-kata itu benar-benar membuat saya tertampar. Akhirnya sejak saat itu, saya bertekad bahwa saya meskipun seorang working mom, saya harus tetap bisa mendidik anak saya. Anak saya tidak minta dilahirkan, oleh karena itu saya harus bertanggung jawab atas keputusan saya ini dengan mendidik anak saya menjadi seperti yang Tuhan inginkan.
Sejak saat itu saya banyak sekali membaca buku-buku parenting.
Ketika saatnya maternity leave saya sudah habis, saya harus kembali bekerja.
Hari-hari ketika saya bekerja, anak saya dititipkan di rumah mama saya, beserta dengan pengasuhnya.
Setiap hari saya meminta pengasuhnya untuk membuatkan laporan kepada saya, apa saja yang anak saya makan setiap harinya, apakah anak saya makannya banyak/sedikit. Setiap harinya report tersebut saya baca, dari situ saya jadi tahu, apakah menu makanan yang saya buat ini, anak saya menyukainya atau tidak.
Laporan akan kegiatan anak saya setiap harinya
Untuk aktivitasnya sendiri, saya sadar, menjadi working mom adalah pilihan saya. Menjadi working mom, pada dasarnya pilihannya cuma 2 : waktu bermain bersama anak yang berkurang karena kita sudah lelah (langsung tidur sehabis pulang bekerja), atau waktu tidur kita yang berkurang namun kita bisa bermain bersama anak.
Kalau saya, pilih pilihan yang kedua. Terkadang apabila pekerjaan di kantor belum selesai, saya memilih menyelesaikan pekerjaan kantor tersebut ketika malam hari, saat anak saya sudah tidur.
Selain itu untuk mengurangi rasa bersalah saya yang meninggalkan anak saya bekerja, maka saya membuat kurikulum aktivitas anak saya setiap harinya selama 1 bulan ke depan.. Saya meminta bantuan pengasuh anak saya untuk melakukan aktivitas tersebut ke anak saya, sehingga meskipun saya bekerja, sensorik anak saya tetap bisa berfungsi dengan baik... sehingga jadinya, saya ga menyesal-menyesal amat meninggalkan anak saya...hehehe
Ini contoh kurikulum anak saya yang saya buat selama 1 bulan ke depan :
Ketika saya tiba di rumah sehabis pulang kerja, handphone saya letakan. Saya fokus main dengan anak saya. Saya termasuk tipe orang tua yang cukup anti Gadget, karena saya pernah membaca buku Mendidik Anak di Era Digital karangan Yee-Jin Shin, sebaiknya selama mungkin anak dikenalkan Gadget. Kalaupun anak saya mau melihat gadget, itu pun pasti dengan saya/suami saya..hanya untuk melihat foto-foto anak saya dengan keluarganya, video-video anak saya, atau ketika saya ingin menunjukkan informasi tertentu saja.
TV pun juga bisa dibilang saya tidak pernah nyalakan...apalagi TV lokal, semenjak saya belajar parenting, saya sama sekali tidak pernah menonton TV Lokal, apalagi sinetron yang isinya tidak mendidik. Saya tidak membiasakan anak saya nonton TV..kalaupun nonton, itu hanya acara kartun seperti Upin Ipin saja.
Lalu, apa donk yang anak saya lakukan sama saya? Biasa saya mengajari anak saya memasak. Setiap saya pulang kerja, minimal 1 minggu sekali anak saya pasti bilang "Ma, saya mau telur dadar donk". Dari situ saya ajari anak saya untuk bisa memasak telur dadar sendiri...dan juga dia makan sendiri.
Meskipun waktu saya dengan anak saya terbatas, namun saya tetap bisa mengajari anak saya untuk bisa memasak sendiri dan juga melatih kemandirian dia dengan makan sendiri.
anak saya yang sedang makan telur dadar sendiri
Saya percaya, yang paling penting bukanlah kuantitas bersama anak, namun yang lebih penting adalah kualitas bersama anak. Pernah saya baca di suatu artikel yang mengatakan "Waktu bersama anak BERBEDA dengan Waktu dengan Anak".
Coba deh renungin kata-kata ini..... Waktu bersama Anak, berbeda dengan, Waktu dengan Anak.
Waktu dengan anak, belum tentu hati kita bersama anak. Misalnya nih, si anak lagi main lego, tapi si ibunya lagi main handphone.
Saya ingin ketika saya bersama anak saya, hal yang saya lakukan dengannya adalah hal yang berkualitas.
Oleh karena itu, aktivitas yang pasti saya lakukan dengan anak saya ketika pulang kerja adalah membaca buku.
Saat ini anak saya sudah punya sekitar 10 buku yang sudah dia hafal ceritanya.. seperti I love You Dad, I Love My Dad, buku Alkitab, Aku Anak yang berani 1 dan 2, dsb
So Moms, don't regret of your decision to be Working mom ya. Yang paling penting bukan hanya berpikir menyesal saja, melainkan apa yang bisa kita lakukan untuk menebus waktu kita yang kurang bersama anak itu sebagai seorang Ibu.
"Memikirkannya lebih sulit daripada menjalankannya", so, just do it! I can do it, so are you!
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca artikel ini.
Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini.