Ilustrasi gambar seorang sahabat |
Alkisah, bertahun-tahun silam, hidup dua orang sahabat yang bernama Kim dan Pao di Tiongkok. Kedua pemuda ini sehati. Tidak pernah ada pertengkaran diantara mereka. Tidak pernah ada niat busuk yang menodai persahabatan mereka.
Pada suatu hari yang cerah dan indah di awal musim semi, Kim dan Pao berjalan-jalan bersama, sebab mereka jenuh dengan kota serta kebisingannya.
"Ayo kita ke hutan pinus", ajak Kim santai. "Di sana kita bisa melupakan segala masalah yang membebani kita, di sana kita bisa menghirup harumnya wangi bunga dan berbaring di atas tanah yang berselimut lumut".
"Bagus!", seru Pao. "Aku juga lelah. Hutan adalah tempat yang cocok untuk beristirahat".
Dengan riang kedua sahabat itu menyusuri jalan yang berkelok-kelok, dengan penuh kerinduan pandangan mereka tertuju ke puncak pepohonan sementara mereka semakin mendekati pepohonan.
"Sudah tiga puluh hari aku mempelajari buku-bukuku", keluh Kim. "Sudah tiga puluh hari aku tidak beristirahat. Selama itu aku tidak pernah menghirup udara segar yang berhembus di hutan".
"Sedangkan aku", sambung Pao sedih, "bekerja layaknya budak di toko dan merasa penat. Menyenangkan memang, meninggalkan pekerjaan sejenak".
Sekarang mereka sampai di tepi hutan, menyeberangi sebuah sungai kecil, lalu berjalan di tengah pepohonan dan semak-semak. Sudah berjam-jam mereka berjalan-jalan, mengobrol dan tertawa gembira, saat tiba-tiba selagi mengitari semak-semak berbunga, mereka melihat sebongkah emas yang berkilauan persis di depan mereka di jalan setapak.
Ilustrasi gambar emas |
"Lihat!", seru keduanya, bicara serempak, lalu menunjuk harta itu.
Kim membungkuk, mengambil bongkahan emas itu. Emasnya hampir sebesar lemon, dan cukup berat. "Ini milikmu, temanku", katanya seraya menyerahkan emas itu kepada Pao, "Milikmu karena kau melihatnya lebih dulu".
"Tidak, tidak", sahut Pao, "Kau salah, Sobat, kau yang lebih dulu bicara. Sekarang kau memperoleh imbalan karena ketekunanmu belajar selama berjam-jam".
"Upah untukku? Bukankah orang bijak selalu berkata bahwa belajar memiliki imbalannya tersendiri? Tidak, emasnya milikmu. Ambillah", ujar Kim sambil tertawa. "Semoga emas ini menjadi telur yang menetaskan harta berlimpah bagimu".
Kemudian mereka bergurau selama beberapa menit, masing-masing bersikeras bahwa emas itu milik temannya. Akhirnya, bongkahan emas itu diletakkan persis di tempat di mana mereka menemukannya, dan kedua sahabat itu pergi, masing-masing senang karena ia menyayangi temannya lebih daripada apa pun di dunia. Dengan demikian, mereka menghindari kesempatan untuk bertengkar, dan tidak pernah terpikirkan oleh mereka bahwa mereka bisa dengan mudah membagi bongkahan itu menjadi dua bagian yang sama besar.
"Bukan untuk emas kita meninggalkan kota", seru Kim hangat.
"Kau benar", sahut temannya. "Satu hari di hutan setara dengan seribu bongkahan emas".
"Ayo kita ke mata air dan duduk di bebatuannya", ajak Kim. "Itu tempat paling sejuk di hutan".
Gambar ilustrasi kedua sahabat yang saling menyayangi |
Sesampainya di mata air, mereka kecewa karena sudah ada orang di tempat itu. Seorang pria desa sedang bebaring di tanah.
"Bangun, Bung!", seru Pao. "ada harta untukmu di dekat sini. Di jalan setapak sana ada sebongkah emas yang menunggu untuk dipungut".
Kemudian mereka menjelaskan tempat di mana harta tersebut berada kepada orang asing yang tidak diinginkan kehadirannya itu, dan senang begitu melihat pria itu pergi mencari dengan penuh semangat.
Selama satu jam mereka duduk berdampingan, membicarakan seluruh harapan serta ambisi masa depan mereka, dan mendengarkan kicauan burung yang melompat-lompat di dahan-dahan di atas kepala mereka.
Akhirnya mereka dikejutkan oleh suara marah pria yang tadi pergi mencari bongkahan emas. "Tipuan apa yang kalian berdua gunakan untuk mempermainkanku ini? Mengapa kalian membuat pria malang seperti aku berlari-lari di hari yang panas tanpa tujuan?".
"Apa maksudmu, Bung?", tanya Kim, kebingungan. "Apa kau tidak menemukan emas yang kami ceritakan padamu?".
"Tidak", jawab pria itu dengan nada setengah marah, "Tapi di tempat itu ada seekor ular yang kupotong dengan pisauku. Sekarang, aku sampai lebih dulu di tempat ini dan kalian tidak berhak memerintahku".
Ilustrasi gambar 2 bongkah emas |
Masing-masing dari kedua sahabat itu memungut sebongkah emas lalu menyerahkannya kepada temannya dengan gembira.
"Akhirnya para dewa memberimu imbalan atas sifatmu yang tidak mementingkan diri sendiri!", ujar Kim.
"Benar", sahut Pao, "dengan memberiku kesempatan untuk memberimu sesuatu yang layak kau dapatkan".
Pesan inspirasi dan moral cerita ini :
Persahabatan adalah lebih penting dari harta. Lebih penting dari uang. Lebih penting dari apapun di dunia ini. Dia akan bisa menolak dengan tegas hal-hal yang dapat menghancurkan hubungan pertemanan, karena persahabatan itu tidak bisa dibeli. Persahabatan adalah tentang menekan egomu sendiri, walaupun kau ingin, namun kau bisa menahannya, karena buatmu, kebersamaan dan kesetiaan itu lebih penting. Sahabat yang baik itu tidak cemburu, tidak iri hati, selalu mengutamakan kepentingan temannya di atas segalanya, dan tidak akan menghancurkan persahabatan tersebut HANYA KARENA masalah harta.
Malu-lah pada dirimu sendiri, jika hanya karena masalah ego, hubungan pertemananmu menjadi buruk, hancur, bahkan retak. Sebab persahabatan itu diuji bukan hanya pada saat sedih, tetapi juga pada saat senang, di mana sahabatmu memiliki apa yang tidak kau miliki, entah itu pacar, suami/istri yang baik, uang/ekonomi yang baik, orang tua yang baik, pekerjaan yang baik. Ikut senanglah ketika sahabatmu memiliki hal-hal baik dalam hidupnya, dan menangis bersamanyalah jika sahabatmu sedang "terjatuh". Sebab itulah makna persahabatan sejati.
Jauhilah teman yang mendekatimu hanya agar mendapatkan keuntungan darimu saja, sebab pertemanan seperti itu tidak tulus. Dia hanya akan datang kepadamu jika dirinya membutuhkan sesuatu, dan akan lupa pada dirimu jika dia sudah mendapatkan apa yang dia inginkan. Ada teman yang mendatangkan kecelakaan, tetapi ada juga sahabat yang lebih karib dari pada seorang saudara. Siapa bergaul dengan orang bijak akan menjadi bijak, tetapi siapa berteman dengan orang bebal menjadi malang. Oleh karena itu, berhati-hatilah dalam memilih teman, sebab pergaulan yang sesat akan merusak kebiasaan baik.
Milikilah banyak teman, namun pilihlah hanya beberapa orang yang benar-benar tulus, untuk menjadi sahabatmu.
Merelakan bukan berarti menyerah, namun menyadari bahwa kebahagiaan orang lain lebih penting daripada kebahagiaan kita sendiri.
Tak perlu serakah untuk menjadi yang terbaik, karena hidup kita pasti akan selalu dicukupkan oleh Tuhan sesuai dengan kebutuhan kita, selama kita terus belajar apa arti kata bersyukur dan terus percaya kepada rencanaNya.
Sumber cerita inspirasi : Buku 88 Kisah Kebijaksanaan Tiongkok Kuno dan modifikasi pesan inspirasi dari penulis.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca artikel ini.
Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini.