illustrasi gambar wanita yang sedang menelpon |
Suatu hari, seorang wanita menelepon seorang pria yang terkenal di negaranya. Wanita itu menanyakan apakah benar, pria yang dia cari adalah seorang pemuka agama yang sering mengadakan seminar untuk para kaum pria. Ketika dia merasa yakin bahwa dialah orang yang dia cari itu, maka dia meminta waktu pemuka agama itu selama beberapa menit. Suaranya terdengar sedih, sepertinya dia juga menangis.
"Saya menelepon Bapak dengan perasaan takut dan gemetar", kata wanita itu memulai percakapan, "Karena saya tidak ingin suami saya tahu bahwa saya berbicara dengan Bapak".
"Saya tahu bahwa Bapak sering berbicara kepada kaum pria. Saya sudah banyak mendengar tentang ceramah Bapak, dan saya pikir ceramah itu berpengaruh bagi para kaum pria".
"Saya ingin mengungkapkan tentang perasaan kami, para wanita kepada kaum pria. Saya belum pernah mengatakannya kepada siapapun", dia melanjutkan, "Karena seluruh orang yang saya kenal tidak akan pernah bisa mengerti akan apa yang saya rasakan".
"Suami saya adalah seorang pria yang baik. Dia tidak pernah absen beribadah. Kami sama-sama taat, dan sama-sama mengasihi Allah".
Illustrasi gambar wanita yang sedih |
Pemuka agama itu menantikan wanita itu untuk mengatakan maksud yang sebenarnya. Apa yang sebenarnya wanita itu inginkan darinya. Kemudian, wanita ini melanjutkan dengan suaranya yang terdengar mengandung nada kesedihan, "Tetapi, setelah beberapa tahun kami menikah, suami saya tidak pernah lagi berbincang-bincang dengan saya di rumah tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah. Sudah hampir lima belas tahun sejak kami menikah, belum pernah sekalipun dia berdoa di hadapan saya, dan kalaupun pernah, waktu itu saya sedang sakit, dan itu pun saya yang memintanya. Lima tahun terakhir, ketika suami saya pulang bekerja, tidak pernah sekalipun, dia mendengarkan dengan fokus akan keluh kesah yang saya rasakan. Baginya, gadget dan berkumpul bersama teman-temannya lebih penting daripada dia menghabiskan waktu bersama keluarganya".
"Saya sebenarnya merasa bersalah membicarakan dia di belakang, tetapi saya sangat kesepian. Saya tidak tahu lagi apa yang harus saya lakukan sekarang ini. Sebagian dari kehidupan saya sepertinya sudah hilang, karena suami saya tidak pernah lagi menjalankan kepemimpinannya di dalam rumah, maupun menjadi imam yang membicarakan tentang ajaran agama kami".
"Ketika anak-anak saya masih ada di rumah, saya punya teman untuk berbagi cerita dengan anak saya. Namun sekarang mereka semua sudah pergi. Anak-anak saya sudah menikah semua. Suami saya memang mampu mencukupi semua kebutuhan sehingga saya tidak perlu bekerja. Namun bukan karena anak-anak pergi yang membuat saya kesepian, melainkan, saya hanya tidak merasakan kepemimpinan pada suami saya".
Illustrasi gambar wanita yang menangis |
"Tolonglah berbicara kepada kaum pria ke mana pun Bapak pergi, bahwa kami, kaum wanita, menginginkan kaum pria menjadi pemimpin di keluarga, menjadi pemimpin di dalam segala hal : khususnya, memimpin kami di dalam doa dan bisa mengambil keputusan yang tegas di dalam keluarga".
"Tolonglah pahami, saya mencintai suami saya. Karena itulah saya sangat menginginkan suami saya berada pada posisinya yang sesungguhnya, sebagai seorang imam. Saya tidak ingin turun tangan dan mengambil alih posisinya, karena menurut saya, hal itu tidak boleh terjadi. Saya tahu, ada banyak wanita yang melakukan hal yang seperti itu, tetapi saya pikir, hal itu tidak benar".
"Terima kasih karena Bapak telah mendengarkan curahan hati saya".
Pesan inspirasi dan moral cerita ini :
Para pria, di dalam keluargamu, haruslah ada seorang imam. Dan Allah sudah menentukan hal itu untuk diperankan oleh para kaum pria. Tugas kaum pria menjadi seorang imam bukan hanya untuk melayani Allah, melainkan juga harus melayani istri dan anak-anaknya, bukannya malah kau meminta untuk dilayani. Karena kau menjadi pemimpin, maka kau harus bisa memberikan contoh bagi keluargamu. Berdoalah bagi istrimu. Karena ketika seorang suami berdoa bersama dan untuk istrinya, maka dia akan menjadi intim dengan istrinya.
Para pria, hendaklah kau tunduk kepada Allah, supaya istrimu juga bisa tunduk kepadamu, dan akhirnya anak-anakmu bisa tunduk kepada ayah dan ibunya.
Janganlah pernah kau berikan peran imam pada istrimu, karena tugas istrimu adalah tunduk kepadamu, suaminya. Supaya jika di dalam keluargamu ada yang tidak taat pada ajaran agamamu, istrimu juga tanpa perkataan, dimenangkan oleh kelakuannya, dengan melihat betapa salehnya hidup istri mereka itu. Itulah mengapa Allah menciptakan wanita sebagai "penolong" bagi pria.
Para istri, berumah tangga itu seperti bahtera, membutuhkan satu nahkoda. Tidak boleh ada 2 pemimpin, karena bisa membuat bahtera karam. Meskipun mungkin kau merasa bahwa dirimu lebih baik dalam memimpin di keluarga, dibandingkan suamimu. Meskipun mungkin suamimu adalah orang yang lambat dan kau tak tahan akan kelakuannya. Meski mungkin kau sering berselisih paham dengan suamimu. Tahanlah emosimu. Jangalah pernah kau merendahkan apapun keputusan suamimu. Hormatilah suamimu. Tunduklah pada suamimu. Jika kau tidak bisa melakukan ini, maka lakukanlah ini untuk Allah. Bawalah doa, dan yakinlah akan kemampuan suamimu. Berikanlah kesempatan pada suamimu untuk memimpin. Barangkali suamimu seperti ini karena ketika hidup, dia dibesarkan bukan di lingkungan yang keras. Ingatlah peranmu sebagai penolong suami, bukan sebagai imam di keluarga.
Sumber cerita inspirasi : Buku Kesempurnaan Seorang Pria dengan modifikasi cerita dan tambahan pesan inspirasi dari penulis.
Comments
Post a Comment
Terima kasih sudah membaca artikel ini.
Silahkan tinggalkan komentar Anda di bawah ini.